A. Konsep Dasar Organisasi.
Secara konseptual ada dua batasan yang perlu dikemukakan di sini,
yakni istilah “organization” sebagai kata benda dan “organizing”
(pengorganisasian) sebagai kata kerja, menunjukkan pada rangkaian
aktivitas yang harus dilakukan secara sistematis.
Organisasi adalah suatu sistem, mempunyai struktur dan perencanaan
yang dilakukan dengan penuh kesadaran, di dalamnya orang-orang bekerja
dan berhubungan satu sama lain dengan suatu cara yang terkoordinasi,
kooperatif, dan dorongan-dorongan guna mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan (Beach, 1980; Champoux, 2003).Apabila kita membicarakan
organisasi sebagai suatu sistem, berarti memandangnya terdiri dari
unsur-unsur yang saling bergantungan dan di dalamnya terdapat sub-sub
sistem. Sedangkan struktur di sini mengisyaratkan bahwa di dalam
organisasi terdapat suatu kadar formalitas dan adanya pembagian tugas
atau peranan yang harus dimainkan oleh anggota-anggota kelompoknya.
Istilah organisasi dapat pula diartikan sebagai suatu perkumpulan
atau perhimpunan yang terdiri dari dua orang atau lebih punya komitmen
bersama dan ikatan formal mencapai tujuan organisasi, dan di dalam
perhimpunannya terdapat hubungan antar anggota dan kelompok dan antara
pemimpin dan angota yang dipimpin atau bawahan (Beach and Reinhartz,
2004; Bush and Middlewood, 2005).
Dari kedua definisi di atas, dapat dinyatakan betapa pentingnya
organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen dalam melaksa¬nakan
segala kebijakan/keputusan yang dibuat pada tingkatan admi¬nistratif
maupun manajerial. Dalam hubungan ini, hakiki organisasi dapat ditinjau
dari dua sudut pandangan. Pertama, organisasi dipan¬dang sebagai wadah,
tempat di mana kegiatan administrasi dan manajemen dilaksanakan. Kedua,
sebagai proses yang berusaha menyoroti interaksi (hubungan) antara
orang-orang yang terlibat di dalam organisasi itu.
Proses pengorganisasian mencakup kegiatan¬-kegiatan berikut:
1. Pembagian kerja yang harus dilakukan dan menugaskannya pada individu tertentu, kelompok-kelompok dan departemen.
2. Pembagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab.
3. Pembagian/pengelompokkan tugas menurut tipe dan jenis yang berbeda-beda.
4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu dan kelompok.
5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.
B. Unsur-Unsur Organisasi
Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang, kerja sama
dan tujuan bersama. Terdapat 5 cara seseorang menjadi anggota kelompok
formal (Filley et al., 1976 dalam Puxty,1990 : 183), yakni
1. Karena ditunjuk oleh pimpinan.
2. Dipilih oleh kelompok.
3. Dipilih oleh perwakilan dari luar kelompok.
4. Alasan sebagai volunteer (sukarela).
5. Karena ex-officio suatu jabatan dalam kelembagaan.
C. Teori-Teori Organisasi
Para ilmuan sejak lama menyadari bahwa adanya teori-teori dari
berbagai disiplin ilmu yang berbeda memunculkan pertanyaan, perbedaan
pandangan suatu masalah, dan isu organisasi. Walaupun demikian, fenomena
ini justru membantu para ilmuan untuk memberikan sejumlah jawaban
terhadap 1 (satu) persoalan yang sama. Dengan berpegang kepada sejumlah
teori dan konsep, kita dapat menghadirkan berbagai pandangan
(perspectives) untuk mengkaji isu, masalah, dan pertanyaan yang sama
tentang organisasi (Champoux, 2003).
Perkembangan teori-teori organisasi dapat dilihat dan dikaji sejak
tahun-tahun pertama abad keduapuluh yang secara garis besar dapat
diikhtisarkan menjadi 4 (empat) kelompok besar yakni classic,
behavioural, system, dan contingency.
1. Classic
Pada mulanya teori administrasi/manajemen atau organisasi telah
dirancang secara tradisional/klasik, Terdapat 3 (tiga) kategori pokok
pendekatan klasik ini: scientific management; (2) administrative
management:dan (3) the bureaucratic model of or¬ganization (Beach, 1980:
133).
a. Scientific management.
Pendiri gerakan manajemen ilmiah ini adalah Frederick W. Taylor
(1856-1915), seorang Insinyur dan ahli manajemen Amerika. Dia tidak
menciptakan teori umum mengenai organisasi; namun hanya mengusulkan
sejumlah teknik dan filsafat yang diturunkan dari pengalamannya yang
lebih luas di bidang manajemen dan konsultan. Dia menaruh perhatian pada
manajemen pabrik dan efisiensi dan memperkenalkan konsep dan teknik
analisa/studi jabatan, analisa waktu, standarisasi jabatan, specialisasi
tugas, penentuan keseimbangan kerja, seleksi pegawai secara teliti,
teknik pelatihan staf, dan kompensasi berupa insentif gaji untuk
membantu mencapai hasil kerja yang lebih tinggi.Taylor memindahkan
tanggungjawab kegiatan perencanaan yang semula ditangani para pekerja
(bawahan) diserahkan kepada seorang spesialis manajemen. Dia juga
memperkenalkan sistem pengelolaan pabrik yang disebut dengan functional
foremanship (kepengawasan fungsional yang dilakukan para mandor).
Meskipun tidak ber¬tahan lama, sistem ini merupakan pembuka jalan ke
arah perluasan Perecanaan staf dan sistem pengawasan di pabrik-pabrik.
Secara umum, kita memandang bahwa gerakan manajemen ilmiah yang
dipelopori Taylor diarahkan pada pencapaian produktivitas kerja yang
tinggi, keuntungan yang lebih besar, biaya murah, dan sistem pengawasan
mesin-manusia yang lebih efektif.
b. Administrative Management.
Kalau scientific management memfokuskan perhatiannya pada organisasi
dari level manajemen bawahan (shop management), maka para teoritisi
manajemen administratif memandang organisasi dari puncak (from the
top-down). Para pemuka manajemen administratif ini antara lain adalah:
Henri Fayol, seorang Industrialis Perancis; L. Gulick, spesialis
administrasi publik dan akademisian; Lyndall Urwick, seororang teoritisi
dan Konsultan Inggris; James D. Mooney dan Alan C Reiley, pimpinan dari
General Motor, Amerika (Burhanuddin, 1994).
Para teoritisi manajemen adminisitratif tersebut menguman¬dangkan
prinsip-prinsip organisasi dan manajemen secara umum. Meskipun
prinsip-prinsip yang mereka kemukakan berbeda satu sama lain, namun pada
umumnya mereka mempunyai kesatuan proposisi sebagai berikut :
1) Spesialisasi fungsi dan pembagian kerja penting bagi efisiensi.
2) Tanggung jawab dan kekuasaan supervisor dan manajer harus
dilukiskan secara jelas. Di sana harus terdapat garis kekuasaan secara
jelas, dari atas ke bawah. Kekuasaan harus mengalir dari atas ke
bawah, melalui struktur organisasi yang ada. Tanggung jawab harus
sepadan dengan kekuasaan. Setiap anggota organisasi hanya memiliki
satu pimpinan atau komando (unity of command).
3) Koordinasi fungsi dan anggota kelompok harus dilakukan oleh manajer
di setiap unit.
4) Segala perintah, informasi dan pengaduan-pengaduan harus disalurkan
melalui garis kekuasaan yang sudah ditetapkan.
5) Jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang supervisor dibatasi
antara 5 atau 6 orang. Namun belakangan formulasi demikian tidak
begitu diterima, dan diperluas dengan batasan jumlah orang-orang
yang diawasi sesuai dengan situasi atau kompleksitas kerja atau
faktor-faktor lain.
6) Pertama-tama, rancanglah organisasi dan tugas-tugas kemudian
temukanlah orang-orang yang dapat menangani tugas-tugas yang
telah dirumuskan tersebut. Janganlah membentuk pekerjaan (job)
untuk dicocokkan pada kemampuan dan minat individual.
( Sumber : Bpk Fatah Munzali, Kasie Manajemen SMK )
DAFTAR ISI
Entri Populer
-
Pertambangan dan Ilusi Kesejahteraan Ada beragam definisi seputar pertambangan. [2] Ada yang mengatakan bahwa pertambangan itu merupak...
-
Sejarah Pertambangan Di Indonesia TAPA<<< .Membicarakan sejarah pertambangan Indonesia tak lepas dari peran sal...
-
LOVE Rahasia Perasaan Cinta Para Pria, Wanita Wajib Tahu 10 Penyebab Patah Hati, Kebanyakan dari Diri Sendiri Cintailah Kekasih Anda Secar...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar